Sabtu, 19 Desember 2009
Kabupaten Cianjur
Cianjur salah satu kabupaten di wilayah Propinsi Jawa Barat yang berpenduduk 1.931.480 jiwa. Terdiri dari laki-laki sebanyak 982.164 jiwa dan perempuan 949.676 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,48 %. Letak yang strategis dilintasi jalur jalan negara antara Jakarta Bandung. Luas wilayah 350.148 Ha dan secara administratif Pemerintahan terdiri dari 30 Kecamatan, 342 Desa dan 6 Kelurahan. Kabupaten yang sekarang dipimpin oleh Bupati Drs.H. TjeTjep Muchtar Soleh, MM ini dikelilingi oleh 5 Kabupaten yang memiliki pantai sepanjang 75 Km. Sebelah utara berbatasan dengan Wilayah Kabupaten Bogor dan Purwakarta, sebelah barat berbatasan dengan wilayah kabupaten Bandung dan Garut sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.
Kabupaten Cianjur beriklim propis dengan curah hujan per tahun rata-rata 1.000 sampai 4.000 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 150 per-tahun. Dengan iklim tropis tersebut menjadikan kondisi alam Kabupaten Cianjur subur dan mengandung keanekaragaman kekayaan sumber daya alam yang potensial sebagai modal dasar pembangunan dan potensi investasi yang menjanjikan. Lahan-lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan dan perkebunan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat. Keadaan itu ditunjang dengan banyaknya sungai besar dan kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya pengairan tanaman pertanian. Dari luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 hektar, pemanfaatannya meliputi 83.034 Ha (23,71 %) berupa hutan produktif dan konservasi, 58,101 Ha (16,59 %) berupa tanah pertanian lahan basah, 97.227 Ha (27,76 %) berupa lahan pertanian kering dan tegalan, 57.735 Ha (16,49 %) berupa tanah perkebunan, 3.500 Ha (0,10 %) berupa tanah dan penggembalaan/pekarangan, 1.239 Ha (0,035 %) berupa tambak/kolam, 25.261 Ha (7,20 %) berupa pemukiman/pekarangan dan 22.483 Ha (6.42 %) berupa penggunaan lain-lain.
Lapangan atau pekerjaan penduduk Kab. Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 62.99 %. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu sekitar 42,80 %. Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan dan jasa yaitu sekitar 14,60% Beras Pandan Wangi yaitu beras asli Cianjur merupakan satu-satunya beras.
Wangi yaitu beras asli Cianjur merupakan satu-satunya beras terbaik yang tidak ditemukan di daerah lain dan menjadi trade mark Cianjur dari masa ke masa. Rasanya enak dan harganya pun relatif lebih tinggi dari beras biasa. Di Cianjur sendiri, pesawahan yang menghasilkan beras asli Cianjur ini hanya di sekitar Kecamatan Warungkondang, Cugenang dan sebagian Kecamatan Cianjur. Luasnya sekitar 10,392 Ha atau 10,30% dari luas lahan persawahan di Kabupaten Cianjur. Produksi rata-rata per-hektar 6,3 ton dan produksi per-tahun 65,089 ton.
Di daerah Cipanas Kecamatan Pacet sekitar 80 km dari Jakarta atau 20 km dari kota Cianjur, selain dikenal sebagai kawasan wisata pegunungan, juga merupakan daerah penghasil sayuran. Kawasan sayuran ini kini dikembangkan menjadi kawasan agropolitan hortikultura. Hasil produksi Kabupaten Cianjur, khususnya di sektor pertanian mudah dipasarkan. Hal ini slain karena produksi pertanian merupakan kebutuhan rutin sehari-hari, juga didukung oleh kemudahan-kemudahan pemasaran mengingat lokasi Cianjur berada di lintasan jalur ekonomi regional Jawa Barat. Daerah Pacet sebagai primadona Pariwisata Cianjur memiliki obyek-obyek wisata yang menarik antara lain obyek wisata Pendakian Gunung Gede, Kebun Raya Cibodas, Taman Mandala Kitri untuk kegiatan Pramuka dan Remaja, Kota Bunga serta Taman Bunga Nusantara. Di kecamatan Cikalongkulon terdapat obyek wisata Ziarah Makam Dalem Cikundul yakni Makam Bupati pertama sekitar abad 17 di kecamatan Mande terdapat obyek Wisata Danau Cirata.
Di Kecamatan Mande terdapat obyek wisata Danau Cirata yang juga merupakan kawasan Perikanan Sistem Jaring Terapung. Cianjur juga memiliki kawasan pantai di Cianjur selatan yang jaraknya sekitar 120 km dari Ibu Kota Cianjur. Pemerintah Kabupaten Cianjur berkeinginan untuk menjadikan kawasan pantai ini selain sebagai obyek wisata pantai, juga ingin mengembangkan ekspolitasi sumber daya kelautan antara lain dengan membangun Tempat Pendaratan ikan yang lebih representatif. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Cianjur sangat mengharapkan adanya investor yang berminat menanamkan modalnya dalam pembangunan sumber daya kelautan ini.
Cianjur juga memiliki jenis khas fauna yaitu Ayam Pelung. Kekhasan ayam pelung adalah suara kokoknya yang mengalun panjang dan merdu. Secara genetika, kelebihan Ayam Pelung ini selain tubuhnya yang relatif besar dan bulunya gemerlap, juga kokok suaranya yang mengalun panjang. Di Cianjur terdapat dua peternakan dan pembibitan Ayam Pelung yang cukup besar yakni Kecamatan Warungkondang dan di Bojongherang Kota Cianjur. Secara berkala, di Cianjur diselenggarakan Kontes Ayam Pelung, khususnya dalam rangka memperingati Hari Jadi Cianjur yang jatuh pada tanggal 12 Juli. Kontes ini memilih ayam pelung terbaik dilihat dari postur tubuh dan alunan suaranya. Ayam Pelung yang berhasil menjadi juara harga jualnya bisa mencapai jutaan rupiah. Salah satu cinderamata di Cianjur adalah Lenter Gentur. Lentera Gentur ini dibuat dari bahan kuningan dengan kaca warna warni dalam berbagai desain/bentuk yang unik dan menarik.
Makanan khas Cianjur yang termashur selain tauco, yang dibuat dari bahan kacang kedele, diolah sedemikian rupa sehingga setelah dimasak dan dicampur dengan cabe rawit menjadi teman makan yang enak dilengkapi dengan lalab-lalaban. Di Cianjur juga tersedia aneka ragam manisan yakni jenis makanan olahan dari berbagai buah-buahan dengan bermacam-macam rasa (asin, manis, pedas).
Dalam pengembangan daya tarik kepariwisataan, Kabupaten Cianjur ingin mengintegrasikan tiga aspek penting sebagai totalitas pelayanan wisata yakni, what to see : apa yang bisa dilihat misalnya keindahan alam pegunungan dengan berbagai flora dan seni budaya yang khas, what to taste : apa yang bisa diambil, seperti cinderamata khas Cianjur. (
Sumber:
http://www.cianjurkab.go.id/ dalam:
http://www.puncakview.com/Profile_Kab.Cianjur.htm
Sumber Gambar:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijyG2ZAa7-ESSfk9aFTbvhO5rnFnIlAnEeFfE3WCz7mAzdwD_2VO9vjR7dahh1-QGh8hZeu2uOiV5Q_gV-QmGBIPjsXP5YQfcW4CdsX1IhyPiXW8FWHm9xlivR969kUFxWCqGVf7R5urJ2/s320/IMG_1077.jpg
Tauco Cianjur - Bertahan dengan Resep Leluhur
Belum lengkap rasanya jika berkunjung ke Cianjur tak membawa pulang oleh-oleh tauco. Memang sudah sejak lama tauco yang konon berasal dari negeri Cina itu identik dengan Cianjur. Tak jarang, apabila menyebut nama Cianjur, orang akan mengingat kota ini dengan kekhasan rasa tauconya.
Sebenarnya tauco tidak hanya dihasilkan Cianjur. Riau, Medan, dan Pekalongan juga merupakan daerah penghasil tauco lainnya di Indonesia. Uniknya, setiap daerah bahkan setiap produsen tauco memiliki resep khusus sehingga menghasilkan rasa tauco yang khas. Begitu pula dengan tauco cianjur, memiliki kualitas dan kekhasan tersendiri.
Tauco, umumnya digunakan sebagai bumbu atau penyedap masakan lauk-pauk. Bahan baku utama tauco adalah kedelai yang kemudian diproses melalui beberapa tahapan dan difermentasi.
Pembuatan tauco masih menggunakan peralatan sederhana. Proses dan tahapannya juga masih mempertahankan cara tradisional. Bahan bakarnya pun menggunakan kayu bakar. Selain itu, tauco tidak menggunakan bahan pengawet.
Proses pembuatan tauco di Cianjur menggunakan resep warisan turun-temurun yang tetap dipelihara. Hal itulah yang membuat tauco memiliki karakteristik unik, baik rasa maupun aromanya.
Sejauh ini tidak diketahui dengan pasti, bagaimana asal mula tauco hadir di Kabupaten Cianjur. Yang pasti, pabrik tauco tertua di Cianjur yaitu pabrik Tauco Cap Meong, sudah berdiri sejak 1880. Pada umumnya, produksi tauco di Cianjur dilakukan turun-temurun dan kini sudah memasuki generasi ketiga.
Ny. Wiri Jati Tasma (76), salah seorang pengusaha tauco di Cianjur yang kini masih bertahan, merupakan generasi ketiga dari produsen Tauco Cap Meong. Menurut Wiri Jati, sang kakek Tan Ken Yan merupakan orang yang pertama kali mencetuskan ide untuk membuat tauco. itu terjadi pada tahun 1880.
Tauco Cap Biruang juga sudah dikelola oleh generasi ketiga pendirinya. Cap Biruang pertama kali didirikan oleh H. Moh. Soleh tahun 1960.
Kepala Bidang Industri, Dinas Perindustrian, dan Perdagangan Kab. Cianjur Heri Nugraha mengatakan, perkembangan usaha tauco ini naik turun. Saat ini produsen yang tercatat masih bertahan ada lima perusahaan. "Mereka yang masih bertahan itu di antaranya Tauco Cap Meong, Cap Biruang, dan Cap Badak. Yang tertua memang Tauco Cap Meong. Kapasitas produksi produsen tauco itu pun beragam, mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu botol per tahunnya," ujarnya.
**
Pabrik tauco tertua di Cianjur berada di kawasan pusat kota, tepatnya di Jalan H.O.S. Cokroaminoto, di lingkungan pertokoan. Tempat produksi itu berupa bangunan tua. Di sana tertera papan bertulisan Idjin Bupati Kepala Daerah TK II Tjiandjur No. 128/5/DPDK/52 tanggal 16 - 8 - 1952.
Di halaman bangunan produksi itu terdapat hamparan kedelai yang sedang dijemur serta deretan guci berisi kedelai yang bagian atasnya ditutup seng. Di dalam guci itu, kedelai sedang dalam proses fermentasi.
Tak ada papan nama yang menunjukkan bahwa di sana dijual atau diproduksi tauco. Namun, kebanyakan konsumen yang ingin membeli tauco sudah mengetahui lokasi ini. Jika ada calon pembeli yang bertanya kepada warga Cianjur, warga akan menunjukkan tempat itu.
Generasi ketiga pengelola Tauco Cap Meong, Ny. Wiri Jati Tasma mengatakan, tak mengetahui dengan pasti bagaimana awal usaha yang dirintis leluhurnya itu. Yang ia ketahui, kakeknya yang bernama Tan Keng Yan-lah yang pertama kali meracik resep, membuat tauco, dan menjual sendiri tauco buatannya itu.
Waktu itu, tauco buatan kakeknya dijual dengan menggunakan kemasan terbuat dari daun pisang atau dipincuk (sebutan Sunda-red.). "Harganya juga masih sen-senan sebungkusnya. Bungkusnya juga pakai daun, dipincuk seperti bungkus lotek. Jadi, belum pakai merek segala," kata Ny. Tasma.
Seiring dengan perjalanan waktu, tauco itu akhirnya dikemas dalam botol dan diberi merek. Mulai kapan kemasan itu berganti, ia pun tak tahu persis. Sepengetahuannya, ketika dikelola orang tuanya, tauco itu sudah dikemas dalam botol dan bermerek.
Ketika kakek dan neneknya meninggal, pengelolaan usaha tauco dilanjutkan oleh orang tuanya Tan Bei Nio sebagai generasi kedua, sekitar tahun 30-an. Usaha ini kemudian ia kelola tahun 1985 setelah kedua orang tuanya tiada.
Ny. Wiri Jati Tasma tetap mempertahankan proses pembuatan tauco dari leluhurnya. Bahkan, peralatan yang dipakai pun tak ada yang diganti. Misalnya, guci atau gentong. Banyak guci dan gentong yang usianya lebih tua daripada usia pegawainya.
"Sampai sekarang, gentong yang dipakai di sini mayoritas sudah berumur, paling hanya satu dua yang diganti. Kami selalu wanti-wanti ke pegawai, supaya hati-hati menggunakan gentong. Soalnya kalau ada yang rusak, susah mencari gantinya," ujarnya.
Demikian pula dengan proses memasak, dari dulu hingga sekarang masih mengunakan kayu bakar. Sebelumnya, sempat dicoba menggunakan kompor semawar, tetapi hasilnya tidak bagus. Wangi, dan kekhasan tauconya menjadi tidak keluar.
"Dari dulu hingga sekarang, resep dan proses masak di sini tidak ada yang berubah, masih tetap dipertahankan. Ini sebagai upaya untuk mempertahankan ciri khas tauco yang turun-temurun dan tidak menghilangkan kekhasannya," ujarnya.
Upaya mereka menjaga kekhasan produknya dihadapkan pada berbagai kendala. Mulai dari kesulitan mendapatkan kayu bakar hingga naiknya harga. Demikian pula dengan bahan baku kedelai yang kualitasnya mengalami penurunan sehingga berpengaruh pada hasil produksi.
"Sebelum menggunakan kedelai impor, dulu tauco di sini pakai kedelai lokal dari Garut. Itu merupakan kualitas terbaik tauco sebab waktu itu kualitasnya lebih baik dari impor," ujarnya.
Namun, kini kedelai lokal sudah tidak bisa diandalkan lagi kualitas maupun volumenya. Akibatnya, ketergantungan terhadap kedelai impor pun tidak bisa dihindari. (Yusuf Adji/"PR")***
Sumber :
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=94394
Sebenarnya tauco tidak hanya dihasilkan Cianjur. Riau, Medan, dan Pekalongan juga merupakan daerah penghasil tauco lainnya di Indonesia. Uniknya, setiap daerah bahkan setiap produsen tauco memiliki resep khusus sehingga menghasilkan rasa tauco yang khas. Begitu pula dengan tauco cianjur, memiliki kualitas dan kekhasan tersendiri.
Tauco, umumnya digunakan sebagai bumbu atau penyedap masakan lauk-pauk. Bahan baku utama tauco adalah kedelai yang kemudian diproses melalui beberapa tahapan dan difermentasi.
Pembuatan tauco masih menggunakan peralatan sederhana. Proses dan tahapannya juga masih mempertahankan cara tradisional. Bahan bakarnya pun menggunakan kayu bakar. Selain itu, tauco tidak menggunakan bahan pengawet.
Proses pembuatan tauco di Cianjur menggunakan resep warisan turun-temurun yang tetap dipelihara. Hal itulah yang membuat tauco memiliki karakteristik unik, baik rasa maupun aromanya.
Sejauh ini tidak diketahui dengan pasti, bagaimana asal mula tauco hadir di Kabupaten Cianjur. Yang pasti, pabrik tauco tertua di Cianjur yaitu pabrik Tauco Cap Meong, sudah berdiri sejak 1880. Pada umumnya, produksi tauco di Cianjur dilakukan turun-temurun dan kini sudah memasuki generasi ketiga.
Ny. Wiri Jati Tasma (76), salah seorang pengusaha tauco di Cianjur yang kini masih bertahan, merupakan generasi ketiga dari produsen Tauco Cap Meong. Menurut Wiri Jati, sang kakek Tan Ken Yan merupakan orang yang pertama kali mencetuskan ide untuk membuat tauco. itu terjadi pada tahun 1880.
Tauco Cap Biruang juga sudah dikelola oleh generasi ketiga pendirinya. Cap Biruang pertama kali didirikan oleh H. Moh. Soleh tahun 1960.
Kepala Bidang Industri, Dinas Perindustrian, dan Perdagangan Kab. Cianjur Heri Nugraha mengatakan, perkembangan usaha tauco ini naik turun. Saat ini produsen yang tercatat masih bertahan ada lima perusahaan. "Mereka yang masih bertahan itu di antaranya Tauco Cap Meong, Cap Biruang, dan Cap Badak. Yang tertua memang Tauco Cap Meong. Kapasitas produksi produsen tauco itu pun beragam, mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu botol per tahunnya," ujarnya.
**
Pabrik tauco tertua di Cianjur berada di kawasan pusat kota, tepatnya di Jalan H.O.S. Cokroaminoto, di lingkungan pertokoan. Tempat produksi itu berupa bangunan tua. Di sana tertera papan bertulisan Idjin Bupati Kepala Daerah TK II Tjiandjur No. 128/5/DPDK/52 tanggal 16 - 8 - 1952.
Di halaman bangunan produksi itu terdapat hamparan kedelai yang sedang dijemur serta deretan guci berisi kedelai yang bagian atasnya ditutup seng. Di dalam guci itu, kedelai sedang dalam proses fermentasi.
Tak ada papan nama yang menunjukkan bahwa di sana dijual atau diproduksi tauco. Namun, kebanyakan konsumen yang ingin membeli tauco sudah mengetahui lokasi ini. Jika ada calon pembeli yang bertanya kepada warga Cianjur, warga akan menunjukkan tempat itu.
Generasi ketiga pengelola Tauco Cap Meong, Ny. Wiri Jati Tasma mengatakan, tak mengetahui dengan pasti bagaimana awal usaha yang dirintis leluhurnya itu. Yang ia ketahui, kakeknya yang bernama Tan Keng Yan-lah yang pertama kali meracik resep, membuat tauco, dan menjual sendiri tauco buatannya itu.
Waktu itu, tauco buatan kakeknya dijual dengan menggunakan kemasan terbuat dari daun pisang atau dipincuk (sebutan Sunda-red.). "Harganya juga masih sen-senan sebungkusnya. Bungkusnya juga pakai daun, dipincuk seperti bungkus lotek. Jadi, belum pakai merek segala," kata Ny. Tasma.
Seiring dengan perjalanan waktu, tauco itu akhirnya dikemas dalam botol dan diberi merek. Mulai kapan kemasan itu berganti, ia pun tak tahu persis. Sepengetahuannya, ketika dikelola orang tuanya, tauco itu sudah dikemas dalam botol dan bermerek.
Ketika kakek dan neneknya meninggal, pengelolaan usaha tauco dilanjutkan oleh orang tuanya Tan Bei Nio sebagai generasi kedua, sekitar tahun 30-an. Usaha ini kemudian ia kelola tahun 1985 setelah kedua orang tuanya tiada.
Ny. Wiri Jati Tasma tetap mempertahankan proses pembuatan tauco dari leluhurnya. Bahkan, peralatan yang dipakai pun tak ada yang diganti. Misalnya, guci atau gentong. Banyak guci dan gentong yang usianya lebih tua daripada usia pegawainya.
"Sampai sekarang, gentong yang dipakai di sini mayoritas sudah berumur, paling hanya satu dua yang diganti. Kami selalu wanti-wanti ke pegawai, supaya hati-hati menggunakan gentong. Soalnya kalau ada yang rusak, susah mencari gantinya," ujarnya.
Demikian pula dengan proses memasak, dari dulu hingga sekarang masih mengunakan kayu bakar. Sebelumnya, sempat dicoba menggunakan kompor semawar, tetapi hasilnya tidak bagus. Wangi, dan kekhasan tauconya menjadi tidak keluar.
"Dari dulu hingga sekarang, resep dan proses masak di sini tidak ada yang berubah, masih tetap dipertahankan. Ini sebagai upaya untuk mempertahankan ciri khas tauco yang turun-temurun dan tidak menghilangkan kekhasannya," ujarnya.
Upaya mereka menjaga kekhasan produknya dihadapkan pada berbagai kendala. Mulai dari kesulitan mendapatkan kayu bakar hingga naiknya harga. Demikian pula dengan bahan baku kedelai yang kualitasnya mengalami penurunan sehingga berpengaruh pada hasil produksi.
"Sebelum menggunakan kedelai impor, dulu tauco di sini pakai kedelai lokal dari Garut. Itu merupakan kualitas terbaik tauco sebab waktu itu kualitasnya lebih baik dari impor," ujarnya.
Namun, kini kedelai lokal sudah tidak bisa diandalkan lagi kualitas maupun volumenya. Akibatnya, ketergantungan terhadap kedelai impor pun tidak bisa dihindari. (Yusuf Adji/"PR")***
Sumber :
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=94394
Bupati/Dalem Cianjur Dari Masa Ke Masa
1. R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
2. R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
3. R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
4. R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
5. R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
6. R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
7. R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
8. R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
9. R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
10.R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
11.R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
12.R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
13.R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
14.R. Sunarya (1932-1934)
15.R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
16.R. Adiwikarta (1943-1945)
17.R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
18.R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
19.R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
20.R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
21.R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
22.R. Akhyad Penna (1952-1956)
23.R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
24.R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
25.R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
26.Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
27.Letkol Sarmada (1966-1969)
28.R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
29.Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
30.Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
31.Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
32.Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
33.Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
34.Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006)
35.Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Cianjur
2. R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
3. R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
4. R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
5. R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
6. R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
7. R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
8. R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
9. R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
10.R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
11.R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
12.R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
13.R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
14.R. Sunarya (1932-1934)
15.R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
16.R. Adiwikarta (1943-1945)
17.R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
18.R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
19.R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
20.R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
21.R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
22.R. Akhyad Penna (1952-1956)
23.R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
24.R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
25.R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
26.Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
27.Letkol Sarmada (1966-1969)
28.R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
29.Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
30.Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
31.Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
32.Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
33.Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
34.Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006)
35.Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Cianjur
Cianjur Akan Dimekarkan
DPRD Kabupaten Cianjur, Rabu (5/3), mulai membahas usulan pemekaran Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menjadi tiga wilayah. Yakni, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Cianjur Selatan, dan Kota Cipanas.
"Ya karena begitu kuatnya desakan dan keinginan masyarakat terhadap dibentuknya Kota Cipanas dan kabupaten Cianjur Selatan untuk memisahkan diri dari Kabupaten Cianjur," kata Khumaedi Dimyati, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cianjur, Rabu (5/3).
Karena itu, DPRD Kabupaten Cianjur tealah membentuk Panitia Musyawarah (Panmus). Panmus akan mengkaji lebih dalam tentang aspirasi yang disampaikan masyarakat terkait pemekaran wilayah selama ini.
Pernyataan senada dikemukakan Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Cianjur, Rudy Syachdiar Hidayath. Menurutnya, aspirasi warga masyarakat terkait pemekaran wilayah Kabupaten Cianjur patut mendapat respons DPRD.
" Soalnya bila dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi DPRD di mata masyarakat, " kata Rudy kepada wartawan.
Hasil pembicaraan Panmus, menurut Rudy, akan diserahkan kepada kepala daerah untuk direkomendasikan kepada Mendagri Mardiyanto di Jakarta.
"Nanti tergantung kepada bupati, mau atau tidak, merekomendasikannya ke Mendagri, " tegasnya.
Menurut Rudy, DPRD pun akan selalu mendorong dan proaktif mengenai desakan keinginan masyarakat untuk pamekaran Kabupaten Cianjur dengan dibentuknya Kota Cipanas. Setelah hasil Panmus diserahkan kepada kepala daerah, DPRD bisa membuat perda (peraturan daerah) tentang pemekaran Kabupaten Cianjur.
"Nantinya kepala daerah harus juga mendorong membantu pengadaan fasilitas perkantoran dan anggaran. Jangan sampai seperti Kabupaten Bandung Barat, harus menyewa kantor. Jadi Cianjur harus siap, dan kami pun di DPRD akan membahas anggaran yang dibutuhkan untuk pemerintahan hasil pemekaran," jelasnya.
Selain pembentukan Kota Cipanas, menurut Rudy, jauh sebelumnya sudah ada keinginan, bahkan sudah direkomendasikan kepada Mendagri mengenai pembentukan Kabupaten Sukangara, Cianjur Selatan.
"Setelah dikaji dibandingkan dengan Kabupaten Sukangara, lebih memungkinkan pemekaran Kabupaten Cianjur dengan pembentukan Kota Cipanas. Terutama menyangkut beberapa persyaratan yang telah dimiliki oleh Cipanas, " ungkap Rudy.
Dicontohkan beberapa persyaratan yang telah dimiliki oleh Cipanas. Selain jumlah penduduk dari lima wilayah kecamatan, seperti Kecamatan Cipanas, Pacet, Cugenang, Sukaresmi dan Cikalongkulon, juga telah memiliki rumah sakit tetap, pasar tetap.
Di samping pamekaran kabupaten, beberapa kecamatan di Kabupaten Cianjur yang dilihat dari segi jumlah penduduk banyak yang harus segera dimekarkan. Di antaranya, Kecamatan Karangtengah dan Kecamatan Cibeber. Sementara yang dimekarkan tahun ini adalah Kecamatan Bojongpicung dan Kecamatan Ciranjang.
"Pemekaran kabupaten dan pemekaran kecamatan itu harus dilihat sebagai upaya untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan mempercepat proses pembangunan dalam berbagai sektor Sehingga nantinya dapat terwujudnya cita-cita pembangunan untuk kesejahteraan rakyat," katanya. [*/R2]
Sumber :
http://www.inilah.com/berita_print.php?id=15657
5 Maret 2008
"Ya karena begitu kuatnya desakan dan keinginan masyarakat terhadap dibentuknya Kota Cipanas dan kabupaten Cianjur Selatan untuk memisahkan diri dari Kabupaten Cianjur," kata Khumaedi Dimyati, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cianjur, Rabu (5/3).
Karena itu, DPRD Kabupaten Cianjur tealah membentuk Panitia Musyawarah (Panmus). Panmus akan mengkaji lebih dalam tentang aspirasi yang disampaikan masyarakat terkait pemekaran wilayah selama ini.
Pernyataan senada dikemukakan Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Cianjur, Rudy Syachdiar Hidayath. Menurutnya, aspirasi warga masyarakat terkait pemekaran wilayah Kabupaten Cianjur patut mendapat respons DPRD.
" Soalnya bila dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi DPRD di mata masyarakat, " kata Rudy kepada wartawan.
Hasil pembicaraan Panmus, menurut Rudy, akan diserahkan kepada kepala daerah untuk direkomendasikan kepada Mendagri Mardiyanto di Jakarta.
"Nanti tergantung kepada bupati, mau atau tidak, merekomendasikannya ke Mendagri, " tegasnya.
Menurut Rudy, DPRD pun akan selalu mendorong dan proaktif mengenai desakan keinginan masyarakat untuk pamekaran Kabupaten Cianjur dengan dibentuknya Kota Cipanas. Setelah hasil Panmus diserahkan kepada kepala daerah, DPRD bisa membuat perda (peraturan daerah) tentang pemekaran Kabupaten Cianjur.
"Nantinya kepala daerah harus juga mendorong membantu pengadaan fasilitas perkantoran dan anggaran. Jangan sampai seperti Kabupaten Bandung Barat, harus menyewa kantor. Jadi Cianjur harus siap, dan kami pun di DPRD akan membahas anggaran yang dibutuhkan untuk pemerintahan hasil pemekaran," jelasnya.
Selain pembentukan Kota Cipanas, menurut Rudy, jauh sebelumnya sudah ada keinginan, bahkan sudah direkomendasikan kepada Mendagri mengenai pembentukan Kabupaten Sukangara, Cianjur Selatan.
"Setelah dikaji dibandingkan dengan Kabupaten Sukangara, lebih memungkinkan pemekaran Kabupaten Cianjur dengan pembentukan Kota Cipanas. Terutama menyangkut beberapa persyaratan yang telah dimiliki oleh Cipanas, " ungkap Rudy.
Dicontohkan beberapa persyaratan yang telah dimiliki oleh Cipanas. Selain jumlah penduduk dari lima wilayah kecamatan, seperti Kecamatan Cipanas, Pacet, Cugenang, Sukaresmi dan Cikalongkulon, juga telah memiliki rumah sakit tetap, pasar tetap.
Di samping pamekaran kabupaten, beberapa kecamatan di Kabupaten Cianjur yang dilihat dari segi jumlah penduduk banyak yang harus segera dimekarkan. Di antaranya, Kecamatan Karangtengah dan Kecamatan Cibeber. Sementara yang dimekarkan tahun ini adalah Kecamatan Bojongpicung dan Kecamatan Ciranjang.
"Pemekaran kabupaten dan pemekaran kecamatan itu harus dilihat sebagai upaya untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan mempercepat proses pembangunan dalam berbagai sektor Sehingga nantinya dapat terwujudnya cita-cita pembangunan untuk kesejahteraan rakyat," katanya. [*/R2]
Sumber :
http://www.inilah.com/berita_print.php?id=15657
5 Maret 2008
Filosofi Cianjur
Cianjur memiliki filosofi yang sangat bagus, yakni ngaos, mamaos dan maenpo yang mengingatkan pada kita semua tentang 3 (tiga) aspek keparipurnaan hidup.
Ngaos adalah tradisi mengaji yang mewarnai suasana dan nuansa Cianjur dengan masyarakat yang dilekati dengan keberagamaan. Citra sebagai daerah agamis ini konon sudah terintis sejak Cianjur lahir sekitar tahun 1677 dimana wilayah Cianjur ini dibangun oleh para ulama dan santri tempo dulu yang gencar mengembangkan syiar Islam. Itulah sebabnya Cianjur juga sempat mendapat julukan gudang santri dan kyai. Bila di tengok sekilas sejarah perjuangan di tatar Cianjur jauh sebelum masa perang kemerdekaan, bahwa kekuatan-kekuatan perjuangan kemerdekaan pada masa itu tumbuh dan bergolak pula di pondok-pondok pesantren. Banyak pejuang-pejuang yang meminta restu para kyai sebelum berangkat ke medan perang. Mereka baru merasakan lengkap dan percaya diri berangkat ke medan juang setelah mendapat restu para kyai.
Mamaos adalah seni budaya yang menggambarkan kehalusan budi dan rasa menjadi perekat persaudaraan dan kekeluargaan dalam tata pergaulan hidup. Seni mamaos tembang sunda Cianjuran lahir dari hasil cipta, rasa dan karsa Bupati Cianjur R. Aria Adipati Kusumahningrat yang dikenal dengan sebutan Dalem Pancaniti. Ia menjadi pupuhu (pemimpin) tatar Cianjur sekitar tahun 1834-1862. Seni mamaos ini terdiri dari alat kecapi indung (Kecapi besar dan Kecapi rincik (kecapi kecil) serta sebuah suling yang mengiringi panembanan atau juru. Pada umumnya syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran Tuhan dengan segala hasil ciptaan-Nya.
Sedangkan Maen Po adalah seni bela diri pencak silat yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar maen po ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H. Ibrahim, aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran) dan Peupeuhan (pukulan).
Apabila filosofi tersebut diresapi, pada hakekatnya merupakan symbol rasa keber-agama-an, kebudayaan dan kerja keras. Dengan keber-agama-an sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan masyarakat melalui pembangunan akhlak yang mulia. Dengan kebudayaan, masyarakat cianjur ingin mempertahankan keberadaannya sebagai masyarakat yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata pergaulan hidup. Dengan kerja keras sebagai implementasi dari filosofi maenpo, masyarakat Cianjur selalu menunjukan semangat keberdayaan yang tinggi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Liliwatan, tidak semata-mata permainan beladiri dalam pencak silat, tetapi juga ditafsirkan sebagai sikap untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang maksiat. Sedangkan peupeuhan atau pukulan ditafsirkan sebagai kekuatan didalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Cianjur
Ngaos adalah tradisi mengaji yang mewarnai suasana dan nuansa Cianjur dengan masyarakat yang dilekati dengan keberagamaan. Citra sebagai daerah agamis ini konon sudah terintis sejak Cianjur lahir sekitar tahun 1677 dimana wilayah Cianjur ini dibangun oleh para ulama dan santri tempo dulu yang gencar mengembangkan syiar Islam. Itulah sebabnya Cianjur juga sempat mendapat julukan gudang santri dan kyai. Bila di tengok sekilas sejarah perjuangan di tatar Cianjur jauh sebelum masa perang kemerdekaan, bahwa kekuatan-kekuatan perjuangan kemerdekaan pada masa itu tumbuh dan bergolak pula di pondok-pondok pesantren. Banyak pejuang-pejuang yang meminta restu para kyai sebelum berangkat ke medan perang. Mereka baru merasakan lengkap dan percaya diri berangkat ke medan juang setelah mendapat restu para kyai.
Mamaos adalah seni budaya yang menggambarkan kehalusan budi dan rasa menjadi perekat persaudaraan dan kekeluargaan dalam tata pergaulan hidup. Seni mamaos tembang sunda Cianjuran lahir dari hasil cipta, rasa dan karsa Bupati Cianjur R. Aria Adipati Kusumahningrat yang dikenal dengan sebutan Dalem Pancaniti. Ia menjadi pupuhu (pemimpin) tatar Cianjur sekitar tahun 1834-1862. Seni mamaos ini terdiri dari alat kecapi indung (Kecapi besar dan Kecapi rincik (kecapi kecil) serta sebuah suling yang mengiringi panembanan atau juru. Pada umumnya syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran Tuhan dengan segala hasil ciptaan-Nya.
Sedangkan Maen Po adalah seni bela diri pencak silat yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar maen po ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H. Ibrahim, aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran) dan Peupeuhan (pukulan).
Apabila filosofi tersebut diresapi, pada hakekatnya merupakan symbol rasa keber-agama-an, kebudayaan dan kerja keras. Dengan keber-agama-an sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan masyarakat melalui pembangunan akhlak yang mulia. Dengan kebudayaan, masyarakat cianjur ingin mempertahankan keberadaannya sebagai masyarakat yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata pergaulan hidup. Dengan kerja keras sebagai implementasi dari filosofi maenpo, masyarakat Cianjur selalu menunjukan semangat keberdayaan yang tinggi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Liliwatan, tidak semata-mata permainan beladiri dalam pencak silat, tetapi juga ditafsirkan sebagai sikap untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang maksiat. Sedangkan peupeuhan atau pukulan ditafsirkan sebagai kekuatan didalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Cianjur
Asal Mula Cianjur
Tiga abad silam merupakan saat bersejarah bagi Cianjur. Karena berdasarkan sumber - sumber tertulis , sejak tahun 1614 daerah Gunung Gede dan Gunung Pangrango ada di bawah Kesultanan Mataram. Tersebutlah sekitar tanggal 12 Juli 1677, Raden Wiratanu putra R.A. Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang mengemban tugas untuk mempertahankan daerah Cimapag dari kekuasaan kolonial Belanda yang mulai menanamkan kekuasaan di tanah nusantara. Upaya Wiratanu untuk mempertahankan daerah ini juga erat kaitannya dengan desakan Belanda / VOC saat itu yang ingin mencoba menjalin kerjasama dengan Sultan Mataram Amangkurat I.
Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda / VOC mengakibatkan ia harus rela meninggalkan keraton tanggal 12 Juli 1677. Kejadian ini memberi arti bahwa setelah itu Mataram terlepas dari wilayah kekuasaannya.
Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru ke pinggiran sungai untuk bertani dan bermukim. Babakan atau kampoung mereka dinamakan menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada. Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk Hindu.
Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.
Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer).
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Cianjur
Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda / VOC mengakibatkan ia harus rela meninggalkan keraton tanggal 12 Juli 1677. Kejadian ini memberi arti bahwa setelah itu Mataram terlepas dari wilayah kekuasaannya.
Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru ke pinggiran sungai untuk bertani dan bermukim. Babakan atau kampoung mereka dinamakan menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada. Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk Hindu.
Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.
Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer).
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Cianjur
Potensi Wisata Cianjur Belum Tertata Optimal
Potensi objek wisata di Kabupaten Cianjur cukup banyak, tersebar di berbagai daerah. Namun besarnya potensi tersebut belum bisa dimanfaatkan secara optimal. Padahal jika mendapat sentuah tambahan bisa mengundang wisatawan lebih banyak lagi.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Cianjur Himam Haris, tidak memungkiri bahwa saat ini banyak potensi objek wisata, mulai daratan, perairan, dan pegunungan belum mendapat sentuhan. Objek wisata itu, baru sebatas potensi belum mendapat penanganan maupun penataan dengan kendala bervariasi.
"Memang kalau potensi banyak, tapi belum punya daya tarik karena belum tersentuh penataan. Tapi yang sudah menjadi objek wisata dan memberikan kontribusi pendapatan, baru empat lokasi yaitu Cikundul, Jayanti, Cibodas, dan Jangari," katanya.
Dikatakan saat ini pihaknya tengah melakukan inventarisasi, termasuk penataan kawasan yang sudah ada. Langkah itu dilakukan mengacu pada akan keluarnya anturan tentang standarisasi objek wisata yang akan dikeluarkan pusat. "Kami juga melihat masih ada objek wisata yang belum sesuai dengan sapta pesona, ini akan dilakukan penataan lagi," ujarnya.
Diakui Himam, kedala yang dihadapi dalam mengembangkan objek wisata cukup beragam. Mulai dari anggaran, hingga kondisi infrastruktur maupun fasilitas di lokasi. Demikian pula dengan infrastruktur pendukung lainnya menuju lokasi, seperti jalan.
Himam mengungkapkan, sedikitnya ada dua target potensi objek wisata yang akan dikembangkan, yaitu penataan wisata geografi dan Cilincing kebun cokelat. "Untuk wisata geografi kerja sama dengan Pemkot Bandung didukung Pemprov Jabar dengan kereta wisata targetnya bisa terealisasi 2010. Sedangkan objek wisata di Cilingcing - Kebun Cokelat di kawasan Jangari, baru ada investor yang minat dan masih kajian," jelasnya. (A-116/A-147)***
Sumber :
http://122.200.145.230/index.php?mib=news.detail&id=95936
2 September 2009
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Cianjur Himam Haris, tidak memungkiri bahwa saat ini banyak potensi objek wisata, mulai daratan, perairan, dan pegunungan belum mendapat sentuhan. Objek wisata itu, baru sebatas potensi belum mendapat penanganan maupun penataan dengan kendala bervariasi.
"Memang kalau potensi banyak, tapi belum punya daya tarik karena belum tersentuh penataan. Tapi yang sudah menjadi objek wisata dan memberikan kontribusi pendapatan, baru empat lokasi yaitu Cikundul, Jayanti, Cibodas, dan Jangari," katanya.
Dikatakan saat ini pihaknya tengah melakukan inventarisasi, termasuk penataan kawasan yang sudah ada. Langkah itu dilakukan mengacu pada akan keluarnya anturan tentang standarisasi objek wisata yang akan dikeluarkan pusat. "Kami juga melihat masih ada objek wisata yang belum sesuai dengan sapta pesona, ini akan dilakukan penataan lagi," ujarnya.
Diakui Himam, kedala yang dihadapi dalam mengembangkan objek wisata cukup beragam. Mulai dari anggaran, hingga kondisi infrastruktur maupun fasilitas di lokasi. Demikian pula dengan infrastruktur pendukung lainnya menuju lokasi, seperti jalan.
Himam mengungkapkan, sedikitnya ada dua target potensi objek wisata yang akan dikembangkan, yaitu penataan wisata geografi dan Cilincing kebun cokelat. "Untuk wisata geografi kerja sama dengan Pemkot Bandung didukung Pemprov Jabar dengan kereta wisata targetnya bisa terealisasi 2010. Sedangkan objek wisata di Cilingcing - Kebun Cokelat di kawasan Jangari, baru ada investor yang minat dan masih kajian," jelasnya. (A-116/A-147)***
Sumber :
http://122.200.145.230/index.php?mib=news.detail&id=95936
2 September 2009
Pentingnya Menata Kembali Potensi Wisata Cianjur
Sektor pariwisata, tampaknya masih menjadi salah satu primadona untuk menyedot pendapatan daerah dari para wisatawan di wilayah manapun. Suatu wilayah akan lebih dikenal daripada wilayah lainnya, karena potensi pariwisatanya. Bahkan, tak jarang ada wisatawan yang rela merogoh kocek dalam-dalam hanya sekadar untuk menikmati liburan dan pemandangan yang terdapat di salah satu wilayah.
Tentunya, potensi-potensi pariwisata ini perlu didukung dengan penataan dan pengembangan di wilayah lokasi wisata bersangkutan. Artinya, sangat mustahil suatu lokasi wisata yang memiliki potensi dan nilai jual tinggi, tapi kawasannya sendiri terkesan kumuh, bahkan nyaris tak terurus sama sekali. Dapat dipastikan, kawasan wisata tersebut akan sepi pengujung.
Kondisi serupa nyaris terjadi di Kabupaten Cianjur. Beberapa objek wisata yang dinilai mempunyai nilai jual tinggi, tapi terkesan kumuh dan kotor. Sebut saja, objek wisata Calingcing di Kecamatan Ciranjang, atau juga kawasan wisata waduk Jangari, Cirata, Kecamatan Mande. Bahkan, penataan di sepanjang jalur menuju Kebun Raya Cibodas (KRC) pun dinilai terkesan kumuh dengan berdirinya sejumlah kios.
Memang, jika tak segera dilakukan penataan dan pengembangan kembali kawasan-kawasan tersebut, dapat dipastikan jumlah kunjungan wisatawan akan terus berkurang setiap tahunnya. Malahan, kondisi ini diperparah pula dengan mulai dibukanya tol Cipularang beberapa tahun lalu. Langsung maupun tidak langsung, kondisi ini dampaknya sangat dirasakan para pelaku usaha di Cianjur dan sekitarnya.
Betapa tidak, pasca dibukanya jalan tol tersebut, jumlah wisatawan yang berkunjung, terutama ke kawasan wisata Cipanas-Puncak, dinilai menurun drastis. Ini memang harus mulai disikapi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur untuk mengatur dan menyiasati agar sektor kepariwisataan dan para pelaku sektor usaha kecil dan menengah (UKM) kembali menggeliat. Ini tentunya diperlukan peran serta aktif aparatur pemerintahan dan masyarakat.
Sebagai contoh, kawasan wisata di Kabupaten Garut. Pemerintah setempat terus berupaya keras mendongkrak sektor pariwisatanya. Semisal, membangun kawasan Kam pung Sampireun yang bernuansa sangat natural. Imbasnya, tentu saja mendongkrak nilai pendapatan asli daerah (PAD), selain kesejahteraan masyarakat sekitar.
Lantas, bisakah Kabupaten Cianjur membuat site plan seperti itu?.
Tak ada yang tak mungkin. Semuanya bisa saja dilakukan. Namun, semua itu tergantung alokasi anggarannya. Sayang memang jika tak segera dilakukan penataan dan pengembangan objek wisata di Kabupaten Cianjur, mengingat potensi pariwisata yang dimiliki Kabupaten Cianjur jauh lebih banyak dan menjanjikan. Tak hanya kawasan wisata Cipanas. Tapi kita mempunyai potensi alam di kawasan Cianjur selatan yang dinilai masih alami.
Sekarang, tinggal bagaimana strategi dan konsep yang akan dibuat aparatur pemerintah setempat agar hal ini bisa terwujud, hingga akhirnya berdampak terhadap geliat sektor kepariwisataan di Kabupaten Cianjur. Sehingga, Kabupaten Cianjur yang makmur, subur, dan tur kamashyur, bisa dikenal sebagai salah satu wilayah di Jawa Barat atau bahkan di Indonesia, yang bisa memanfaatkan potensi alam dan pariwisatanya untuk menyejahterakan masyarakatnya dengan lebih cerdas, sehat, sejahtera, dan berakhlakul kharimah.
Sumber :
Benny Bastiandy
http://www.jurnalbogor.com/?p=31426
5 Juni 2009
Tentunya, potensi-potensi pariwisata ini perlu didukung dengan penataan dan pengembangan di wilayah lokasi wisata bersangkutan. Artinya, sangat mustahil suatu lokasi wisata yang memiliki potensi dan nilai jual tinggi, tapi kawasannya sendiri terkesan kumuh, bahkan nyaris tak terurus sama sekali. Dapat dipastikan, kawasan wisata tersebut akan sepi pengujung.
Kondisi serupa nyaris terjadi di Kabupaten Cianjur. Beberapa objek wisata yang dinilai mempunyai nilai jual tinggi, tapi terkesan kumuh dan kotor. Sebut saja, objek wisata Calingcing di Kecamatan Ciranjang, atau juga kawasan wisata waduk Jangari, Cirata, Kecamatan Mande. Bahkan, penataan di sepanjang jalur menuju Kebun Raya Cibodas (KRC) pun dinilai terkesan kumuh dengan berdirinya sejumlah kios.
Memang, jika tak segera dilakukan penataan dan pengembangan kembali kawasan-kawasan tersebut, dapat dipastikan jumlah kunjungan wisatawan akan terus berkurang setiap tahunnya. Malahan, kondisi ini diperparah pula dengan mulai dibukanya tol Cipularang beberapa tahun lalu. Langsung maupun tidak langsung, kondisi ini dampaknya sangat dirasakan para pelaku usaha di Cianjur dan sekitarnya.
Betapa tidak, pasca dibukanya jalan tol tersebut, jumlah wisatawan yang berkunjung, terutama ke kawasan wisata Cipanas-Puncak, dinilai menurun drastis. Ini memang harus mulai disikapi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur untuk mengatur dan menyiasati agar sektor kepariwisataan dan para pelaku sektor usaha kecil dan menengah (UKM) kembali menggeliat. Ini tentunya diperlukan peran serta aktif aparatur pemerintahan dan masyarakat.
Sebagai contoh, kawasan wisata di Kabupaten Garut. Pemerintah setempat terus berupaya keras mendongkrak sektor pariwisatanya. Semisal, membangun kawasan Kam pung Sampireun yang bernuansa sangat natural. Imbasnya, tentu saja mendongkrak nilai pendapatan asli daerah (PAD), selain kesejahteraan masyarakat sekitar.
Lantas, bisakah Kabupaten Cianjur membuat site plan seperti itu?.
Tak ada yang tak mungkin. Semuanya bisa saja dilakukan. Namun, semua itu tergantung alokasi anggarannya. Sayang memang jika tak segera dilakukan penataan dan pengembangan objek wisata di Kabupaten Cianjur, mengingat potensi pariwisata yang dimiliki Kabupaten Cianjur jauh lebih banyak dan menjanjikan. Tak hanya kawasan wisata Cipanas. Tapi kita mempunyai potensi alam di kawasan Cianjur selatan yang dinilai masih alami.
Sekarang, tinggal bagaimana strategi dan konsep yang akan dibuat aparatur pemerintah setempat agar hal ini bisa terwujud, hingga akhirnya berdampak terhadap geliat sektor kepariwisataan di Kabupaten Cianjur. Sehingga, Kabupaten Cianjur yang makmur, subur, dan tur kamashyur, bisa dikenal sebagai salah satu wilayah di Jawa Barat atau bahkan di Indonesia, yang bisa memanfaatkan potensi alam dan pariwisatanya untuk menyejahterakan masyarakatnya dengan lebih cerdas, sehat, sejahtera, dan berakhlakul kharimah.
Sumber :
Benny Bastiandy
http://www.jurnalbogor.com/?p=31426
5 Juni 2009
Kepariwisataan Cianjur - Banyak Objek Wisata Menarik Kini Telantar
POTENSI kepariwisataan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, sebetulnya sangat besar. Mulai dari wisata alam, laut, sampai wisata seni budaya, cukup tersedia dan memiliki nilai jual lumayan. Tapi, karena pemkab setempat terkesan setengah hati mengembangkannya, banyak objek wisata di daerah ini kini telantar.
Kepariwisataan alam, misalnya. Pemkab Cianjur selama ini hanya mengandalkan objek-objek wisata di Kawasan Puncak, yang memang telah menjadi daya tarik wisatawan sejak berpuluh tahun lalu, seperti Kebun Raya Cibodas, Wana Wisata Mandalangi, Taman Nasional Gede Pangrango, dan Taman Bunga Nusantara.
Di luar itu, masih berupa potensi. Contohnya Waduk Cirata. Danau buatan yang dibangun pada 1986 dan merendam ribuan hektare area pertanian, hutan, dan permukiman penduduk di sebagian wilayah Cianjur, Purwakarta, dan Bandung (Jawa Barat) itu awalnya memang dikenal masyarakat bukan saja sebagai bagian dari sebuah pembangkit listrik tanaga air (PLTA), tetapi juga sebagai lahan baru budi daya ikan air tawar dan objek wisata.
Sebagai objek wisata, Waduk Cirata menjadi tujuan alternatif masyarakat yang ingin berpiknik dengan ongkos relatif murah. Tak mengherankan, beberapa tempat yang kemudian dikenal sebagai objek wisata, sejak saat itu ramai dikunjungi masyarakat. Antara lain Jangari di Kecamatan Mande, Maleber di Kecamatan Cikalongkulon, dan Calincing di Kecamatan Ciranjang.
Tapi dalam perkembangannya, objek-objek wisata di Waduk Cirata "terkalahkan" oleh pesatnya budi daya ikan air tawar jaring apung, sehingga objek wisata seperti Jangari, Maleber, dan Calincing bergeser menjadi pelabuhan pendaratan dan pengangkutan produksi ikan jaring apung.
Hal itu terjadi karena pemkab kurang serius memanfaatkan objek-objek wisata tersebut. Atau lebih tepatnya, kehadiran fungsi pelabuhan di Jangari, Maleber, dan Calincing tidak diselaraskan dengan upaya penataan fungsi wisatanya. Wajar bila kunjungan wisatawan lokal ke objek-objek wisata itu tidak seramai ketika Cirata mulai terbentuk, kecuali memang bila di tempat-tempat itu ada pementasan orkes dangdut.
"Kalau sejak awal pemkab serius melakukan penataan, objek-objek wisata di Cirata sebetulnya bisa menjadi salah satu daerah tujuan wisata. Sebab, lokasi objek-objek wisata itu relatif dekat dari ruas jalan protokol Jakarta-Bandung," kata Ketua Komisi III DPRD Cianjur, H Rudi Syahdiar SH, kepada Suara Karya, beberapa waktu lalu.
Hal serupa terjadi pada objek-objek wisata potensial lain, seperti objek wisata Pantai Samudera di wilayah Cianjur selatan, yang memiliki panorama alam cukup indah, khususnya Pantai Apra, Pantai Sereg, Karang Potong (ketiganya di Kecamatan Sindangbarang, sekitar 120 km ke arah selatan dari pusat Kota Cianjur) dan Pantai Jayanti di Kecamatan Cidaun (sekitar 27 km ke arah timur dari Kota Sindangbarang). Tapi pemkab kurang serius mengembangkan objek-objek wisata yang sebetulnya banyak dikunjungi wisatawan lokal itu, kecuali Jayanti.
Memang Jayanti relatif mendapatan sentuhan penataan. Ini terutama karena Jayanti juga sebagai tempat pelelangan ikan (TPI), sehingga yang turut membenahi pelabuhan tradisional itu bukan semata Pemkab Cianjur, tetapi juga Pemprov Jabar.
"Kami berharap pemerintah tidak saja mengembangkan Jayanti sebagai pelabuhan, tapi juga sebagai objek wisata penting di Cianjur. Sehingga Jayanti bisa menjadi daerah tujuan wisata andalan, sekaligus menjadi pendorong termanfaatkannya potensi perikanan laut di pantai Cianjur selatan," ujar Rudi Syahdiar.
Tapi, untuk itu pun, lanjut anggota Fraksi Partai Golkar itu, pemerintah baik pemprov maupun pemkab harus lebih serius lagi membangun infrastrukturnya, khususnya jalan. Karena, salah satu penyebab lambatnya perkembangan objek wisata Pantai Jayanti dan objek wisata pantai lainnya di Cianjur selatan ialah buruknya infrastruktur tersebut.
"Masyarakat Bandung sebetulnya menyenangi objek wisata pantai. Tapi karena sarana dan prasarana transportasi ke Jayanti belum memadai, mereka enggan datang ke sana. Karena itu, ruas jalan Cidaun-Naringgul-Balegede, yang merupakan ruas jalan terdekat dari Bandung ke Jayanti, harus diperbaiki dan diperlebar," katanya. (Ar-Rasyid)
Sumber :
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=183851
8 Oktober 2007
Kepariwisataan alam, misalnya. Pemkab Cianjur selama ini hanya mengandalkan objek-objek wisata di Kawasan Puncak, yang memang telah menjadi daya tarik wisatawan sejak berpuluh tahun lalu, seperti Kebun Raya Cibodas, Wana Wisata Mandalangi, Taman Nasional Gede Pangrango, dan Taman Bunga Nusantara.
Di luar itu, masih berupa potensi. Contohnya Waduk Cirata. Danau buatan yang dibangun pada 1986 dan merendam ribuan hektare area pertanian, hutan, dan permukiman penduduk di sebagian wilayah Cianjur, Purwakarta, dan Bandung (Jawa Barat) itu awalnya memang dikenal masyarakat bukan saja sebagai bagian dari sebuah pembangkit listrik tanaga air (PLTA), tetapi juga sebagai lahan baru budi daya ikan air tawar dan objek wisata.
Sebagai objek wisata, Waduk Cirata menjadi tujuan alternatif masyarakat yang ingin berpiknik dengan ongkos relatif murah. Tak mengherankan, beberapa tempat yang kemudian dikenal sebagai objek wisata, sejak saat itu ramai dikunjungi masyarakat. Antara lain Jangari di Kecamatan Mande, Maleber di Kecamatan Cikalongkulon, dan Calincing di Kecamatan Ciranjang.
Tapi dalam perkembangannya, objek-objek wisata di Waduk Cirata "terkalahkan" oleh pesatnya budi daya ikan air tawar jaring apung, sehingga objek wisata seperti Jangari, Maleber, dan Calincing bergeser menjadi pelabuhan pendaratan dan pengangkutan produksi ikan jaring apung.
Hal itu terjadi karena pemkab kurang serius memanfaatkan objek-objek wisata tersebut. Atau lebih tepatnya, kehadiran fungsi pelabuhan di Jangari, Maleber, dan Calincing tidak diselaraskan dengan upaya penataan fungsi wisatanya. Wajar bila kunjungan wisatawan lokal ke objek-objek wisata itu tidak seramai ketika Cirata mulai terbentuk, kecuali memang bila di tempat-tempat itu ada pementasan orkes dangdut.
"Kalau sejak awal pemkab serius melakukan penataan, objek-objek wisata di Cirata sebetulnya bisa menjadi salah satu daerah tujuan wisata. Sebab, lokasi objek-objek wisata itu relatif dekat dari ruas jalan protokol Jakarta-Bandung," kata Ketua Komisi III DPRD Cianjur, H Rudi Syahdiar SH, kepada Suara Karya, beberapa waktu lalu.
Hal serupa terjadi pada objek-objek wisata potensial lain, seperti objek wisata Pantai Samudera di wilayah Cianjur selatan, yang memiliki panorama alam cukup indah, khususnya Pantai Apra, Pantai Sereg, Karang Potong (ketiganya di Kecamatan Sindangbarang, sekitar 120 km ke arah selatan dari pusat Kota Cianjur) dan Pantai Jayanti di Kecamatan Cidaun (sekitar 27 km ke arah timur dari Kota Sindangbarang). Tapi pemkab kurang serius mengembangkan objek-objek wisata yang sebetulnya banyak dikunjungi wisatawan lokal itu, kecuali Jayanti.
Memang Jayanti relatif mendapatan sentuhan penataan. Ini terutama karena Jayanti juga sebagai tempat pelelangan ikan (TPI), sehingga yang turut membenahi pelabuhan tradisional itu bukan semata Pemkab Cianjur, tetapi juga Pemprov Jabar.
"Kami berharap pemerintah tidak saja mengembangkan Jayanti sebagai pelabuhan, tapi juga sebagai objek wisata penting di Cianjur. Sehingga Jayanti bisa menjadi daerah tujuan wisata andalan, sekaligus menjadi pendorong termanfaatkannya potensi perikanan laut di pantai Cianjur selatan," ujar Rudi Syahdiar.
Tapi, untuk itu pun, lanjut anggota Fraksi Partai Golkar itu, pemerintah baik pemprov maupun pemkab harus lebih serius lagi membangun infrastrukturnya, khususnya jalan. Karena, salah satu penyebab lambatnya perkembangan objek wisata Pantai Jayanti dan objek wisata pantai lainnya di Cianjur selatan ialah buruknya infrastruktur tersebut.
"Masyarakat Bandung sebetulnya menyenangi objek wisata pantai. Tapi karena sarana dan prasarana transportasi ke Jayanti belum memadai, mereka enggan datang ke sana. Karena itu, ruas jalan Cidaun-Naringgul-Balegede, yang merupakan ruas jalan terdekat dari Bandung ke Jayanti, harus diperbaiki dan diperlebar," katanya. (Ar-Rasyid)
Sumber :
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=183851
8 Oktober 2007
Cianjur
Cianjur dikenal dan lekat dengan pameo ngaos, mamaos dan maenpo. Ngaos adalah tradisi mengaji sebagai salah satu pencerminan kegiatan keagamaan. Mamaos adalah pencerminan kehidupan budaya daerah dimana seni mamaos Tembang Sunda Cianjuran berbibit buit ( berasal )dari tatar Cianjur. Sedangkan maenpo adalah seni beladiri tempo dulu asli Cianjur yang sekarang lebih dikenal dengan seni beladiri Pencak Silat.
Luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 sebanyak 2.138.465 jiwa.
Lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 52,00 %. Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan yaitu sekitar 23,00 %. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Cianjur yaitu sekitar 42,80 % disusul sektor perdagangan sekitar 24,62%.
Secara administratif Pemerintah kabupaten Cianjur terbagi dalam 32 Kecamatan, dengan batas-batas administratif :
Sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta.
Sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.
Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.
Secara geografis , Kabupaten Cianjur dapat dibedakan dalam tiga wilayah pembangunan yakni wilayah utara, tengah dan wilayah selatan.
Wilayah Utara
Meliputi 16 Kecamatan : Cianjur, Cilaku, Warungkondang,Gekbrong, Cibeber, Karangtengah, Sukaluyu, Ciranjang, Bojongpicung, Mande, Cikalongkulon, Cugenang , Sukaresmi, Cipanas, Pacet dan Haurwangi.
Wilayah Tengah
Meliputi 9 Kecamatan : Sukanagara, Takokak, Campaka, Campaka Mulya, Tanggeung, Pagelaran, Leles, Cijati dan Kadupandak.
Wilayah Selatan
Meliputi 7 Kecamatan : Cibinong, Agrabinta, Sindangbarang, Cidaun , Naringgul, Cikadu dan Pasirkuda.
Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.
Sebagai daerah agraris yang pembangunananya bertumpu pada sektor pertanian, kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah swa-sembada padi. Produksi padi pertahun sekitar 625.000 ton dan dari jumlah sebesar itu telah dikurangi kebutuhan konsumsi lokal dan benih, masih memperoleh surplus padi sekitar 40 %. Produksi pertanian padi terdapat hampir di seluruh wilayah Cianjur.
Kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanagara. Di kedua Kecamatan ini, didominasi oleh tanaman sayuran dan tanaman hias. Dari wilayah ini pula setiap hari belasan ton sayur mayur dipasok ke Jabotabek.
Pengembangan usaha perikanan air tawar dan laut di Kabupaten Cianjur cukup potensial. Baik untuk usaha berskala kecil maupun besar. Beberapa faktor pendukungnya adalah : jumlah penduduk yang relatif besar serta tersedianya lahan budi daya ikan air tawar dan ikan laut. Usaha pertambakan ikan dan penagkapan ikan laut memiliki peluang besar di wilayah Cianjur selatan, khususnya di sepanjang pantai Cidaun hingga Agrabinta. Di wilayah ini, mulai dirintis dan di kembangkan pertambakan budi daya udang. Sedangkan budi daya ikan tawar terbuka luas di cianjur utara dan cianjur tengah. Di wilayah ini terdapat budi daya ikan hias, pembenihan ikan, mina padi, kolam air deras dan keramba serta usaha jaring terapung di danau Cirata, yang sekaligus merupakan salah satu obyek wisata yang mulai berkembang.
Sementara itu , potensi perkebunan di Kabupaten Cianjur cukup besar dimana sekitar 19,4 % dari seluruh luas merupakan areal perkebunan . Selama in dikelola oleh Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 10.709 hektar, Perkebunan Besar Swasta (PBS) sekitar 20.174 hektar dan Perkebunan Rakyat (PR) seluas 37.167 hektar. Peningkatan produksi perkebunan, terutama komoditi teh cukup baik. Produktivitas teh rakyat mampu mencapai antara 1.400 - 1.500 kg teh kering per hektar. Sedangkan yang di kelola oleh perkebunan besar rata-rata mencapai di atas 2.000 kg per hektar.
Sumber :
http://cianjurkab.go.id, dalam :
http://www.pesonaindonesia.info/cities-of-jawabarat/cianjur
Luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 sebanyak 2.138.465 jiwa.
Lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 52,00 %. Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan yaitu sekitar 23,00 %. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Cianjur yaitu sekitar 42,80 % disusul sektor perdagangan sekitar 24,62%.
Secara administratif Pemerintah kabupaten Cianjur terbagi dalam 32 Kecamatan, dengan batas-batas administratif :
Sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta.
Sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.
Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.
Secara geografis , Kabupaten Cianjur dapat dibedakan dalam tiga wilayah pembangunan yakni wilayah utara, tengah dan wilayah selatan.
Wilayah Utara
Meliputi 16 Kecamatan : Cianjur, Cilaku, Warungkondang,Gekbrong, Cibeber, Karangtengah, Sukaluyu, Ciranjang, Bojongpicung, Mande, Cikalongkulon, Cugenang , Sukaresmi, Cipanas, Pacet dan Haurwangi.
Wilayah Tengah
Meliputi 9 Kecamatan : Sukanagara, Takokak, Campaka, Campaka Mulya, Tanggeung, Pagelaran, Leles, Cijati dan Kadupandak.
Wilayah Selatan
Meliputi 7 Kecamatan : Cibinong, Agrabinta, Sindangbarang, Cidaun , Naringgul, Cikadu dan Pasirkuda.
Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.
Sebagai daerah agraris yang pembangunananya bertumpu pada sektor pertanian, kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah swa-sembada padi. Produksi padi pertahun sekitar 625.000 ton dan dari jumlah sebesar itu telah dikurangi kebutuhan konsumsi lokal dan benih, masih memperoleh surplus padi sekitar 40 %. Produksi pertanian padi terdapat hampir di seluruh wilayah Cianjur.
Kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanagara. Di kedua Kecamatan ini, didominasi oleh tanaman sayuran dan tanaman hias. Dari wilayah ini pula setiap hari belasan ton sayur mayur dipasok ke Jabotabek.
Pengembangan usaha perikanan air tawar dan laut di Kabupaten Cianjur cukup potensial. Baik untuk usaha berskala kecil maupun besar. Beberapa faktor pendukungnya adalah : jumlah penduduk yang relatif besar serta tersedianya lahan budi daya ikan air tawar dan ikan laut. Usaha pertambakan ikan dan penagkapan ikan laut memiliki peluang besar di wilayah Cianjur selatan, khususnya di sepanjang pantai Cidaun hingga Agrabinta. Di wilayah ini, mulai dirintis dan di kembangkan pertambakan budi daya udang. Sedangkan budi daya ikan tawar terbuka luas di cianjur utara dan cianjur tengah. Di wilayah ini terdapat budi daya ikan hias, pembenihan ikan, mina padi, kolam air deras dan keramba serta usaha jaring terapung di danau Cirata, yang sekaligus merupakan salah satu obyek wisata yang mulai berkembang.
Sementara itu , potensi perkebunan di Kabupaten Cianjur cukup besar dimana sekitar 19,4 % dari seluruh luas merupakan areal perkebunan . Selama in dikelola oleh Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 10.709 hektar, Perkebunan Besar Swasta (PBS) sekitar 20.174 hektar dan Perkebunan Rakyat (PR) seluas 37.167 hektar. Peningkatan produksi perkebunan, terutama komoditi teh cukup baik. Produktivitas teh rakyat mampu mencapai antara 1.400 - 1.500 kg teh kering per hektar. Sedangkan yang di kelola oleh perkebunan besar rata-rata mencapai di atas 2.000 kg per hektar.
Sumber :
http://cianjurkab.go.id, dalam :
http://www.pesonaindonesia.info/cities-of-jawabarat/cianjur
Waduk Cirata : Meningkatkan Potensi Obyek Wisata Lokal
Waduk Cirata terbentuk dari adanya genangan air seluas 62km2 akibat pembangunan waduk yang membendung Sungai Citarum. Genangan waduk tersebut tersebar di 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Cianjur, Purwakarta dan Kabupaten Bandung. Genangan air terluas terdapat di Kabupaten Cianjur, yang kemudian dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata rekreasi berbasis air. Saat ini objek wisata tirta yang paling berkembang dan ramai dikunjungi wisatawan lokal di kawasan Waduk Cirata adalah Jangari dan Calingcing di Kabupaten Cianjur. Padahal selain kedua tempat tersebut, masih banyak daya tarik potensial lainnya yang belum dikembangkan, seperti bendungan dan teknologinya, wisata agro, dan ekowisata hutan. Lokasi yang strategis maupun daya tarik yang cukup beragam tadi nampaknya belum cukup untuk menjadikan objek wisata ini dikunjungi wisatawan non lokal, terlebih mancanegara.
Waduk Cirata terbentuk dari adanya genangan air seluas 62km2 akibat pembangunan waduk yang membendung Sungai Citarum. Genangan waduk tersebut tersebar di 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Cianjur, Purwakarta dan Kabupaten Bandung. Genangan air terluas terdapat di Kabupaten Cianjur, yang kemudian dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata rekreasi berbasis air. Saat ini objek wisata tirta yang paling berkembang dan ramai dikunjungi wisatawan lokal di kawasan Waduk Cirata adalah Jangari dan Calingcing di Kabupaten Cianjur. Padahal selain kedua tempat tersebut, masih banyak daya tarik potensial lainnya yang belum dikembangkan, seperti bendungan dan teknologinya, wisata agro, dan ekowisata hutan. Lokasi yang strategis maupun daya tarik yang cukup beragam tadi nampaknya belum cukup untuk menjadikan objek wisata ini dikunjungi wisatawan non lokal, terlebih mancanegara.
Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata
Kawasan Waduk Cirata dengan luas 43.777,6 ha terdiri dari 37.577,6 ha wilayah daratan dan 6.200 ha wilayah perairan. Fungsi utama waduk sebagai pembangkit tenaga listrik, ternyata menimbulkan berbagai kegiatan ikutan yang berkembang di kawasan Cirata, termasuk pariwisata. Dengan memanfaatkan kondisi alam dan lingkungan air yang terbentuk di kawasan ini, potensi daya tarik wisata tersebut berkembang dan menarik wisatawan untuk berkunjung ke beberapa lokasi di kawasan Waduk Cirata.
Objek wisata Jangari yang terletak di Desa Bobojong, Kecamatan Mande yang berjarak + 17 km dari pusat kota Cianjur, memiliki luas sekitar 15 ha. Sedangkan Calingcing berlokasi di Desa Sindangjaya, Kecamatan Ciranjang, sekitar 20 km dari kota Cianjur, dengan luas sekitar 5 ha. Kedua lokasi tersebut sangat strategis karena berada pada titik pertemuan dua lintasan pintu masuk menuju wilayah pengembangan pariwisata Cirata yaitu dari arah Cianjur (Jakarta dan Bogor) serta Ciranjang (dari Bandung) yang memiliki potensi pasar wisatawan yang sangat besar. Untuk menuju ke Jangari terdapat rute angkutan umum dari pusat kota Cianjur. Aksesibilitas ke Calingcing tidak sebaik Jangari. Lokasi Calingcing lebih jauh dari pusat kota Cianjur dan belum ada angkutan umum menuju lokasi tersebut.
Di lokasi Jangari dan Calingcing wisatawan dapat menikmati rekreasi alam terbuka, dengan berbagai aktivitas yang dapat dilakukan seperti melihat-lihat pemandangan genangan air waduk, berperahu, memancing atau hanya sekedar berjalan-jalan dan duduk–duduk bersama teman atau keluarga sambil menikmati makanan yang mereka bawa. Kegiatan berperahu mengelilingi waduk Cirata dikenai tarif sekitar Rp. 30.000,- untuk berperahu selama 2-3 jam. Atraksi yang dapat dinikmati oleh pengunjung pada saat berperahu mengelilingi waduk adalah melihat jaring terapung dan budidaya ikan sambil menikmati hidangan berupa ikan bakar/goreng yang disediakan oleh salah satu rumah makan terapung yang terdapat di lokasi tersebut. Namun saat ini, populasi jaring terapung yang cukup banyak terkesan hampir menutupi permukaan waduk, sehingga dapat mengurangi kenyamanan wisatawan/pengunjung pada saat melakukan pesiar, karena menghalangi pemandangan keseluruhan.
Fasilitas penunjang yang tersedia di lokasi Jangari diantaranya pelataran parkir yang cukup luas, namun sayangnya belum tertata dengan baik. Hal tersebut terlihat pada saat hari libur dengan jumlah pengunjung yang banyak, ruang parkir menjadi tidak teratur dan terkesan semrawut. Fasilitas lainnya yaitu toilet umum -namun kondisinya kurang bersih, demikian juga dengan kondsi lingkungan keseluruhan. Saung-saung yang terletak di sepanjang jalan di dekat pusat keramaian Jangari dapat disewa oleh pengunjung untuk duduk-duduk dan beristirahat.
Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan juga tersedia kios-kios dan warung-warung makanan yang menjual berbagai makanan dan minuman serta barang-barang dagangan lainnya. Selain warung, pedagang kaki lima terlihat cukup banyak menggelar dagangannya. Letak kios dan warung-warung tersebut saat ini belum tertata dengan baik, dan kurang menjaga kebersihan sekitarnya. Sebagian besar kios-kios tersebut terletak di tepi sempadan genangan, sehingga menghalangi pemandangan langsung ke bentangan waduk.
Untuk menambah daya tarik wisata di Jangari pada setiap hari libur/besar pihak pengelola menyediakan atraksi-atraksi kesenian tradisional maupun modern yang digemari oleh para pengunjung seperti jaipongan atau musik dangdut. Saat ini pengelolaan objek dan daya tarik wisata Jangari dan Calingcing dilaksanakan oleh Pemda Cianjur, mengingat kedua lokasi tersebut berada pada wilayah administrasi Kabupaten Cianjur. Objek wisata Calingcing tidak seramai dan belum berkembang seperti Jangari. Selain lokasinya lebih jauh dari jalan raya Cianjur, tempat ini juga tidak dilalui kendaraan umum. Fasilitas yang tersedia di Calingcingpun tidak selengkap dan sebanyak yang terdapat di Jangari, meskipun harga tiket masuk yang dikenakan ke pengunjung sama, yaitu Rp. 500,-/orang.
Selain Jangari dan Calingcing, lokasi lainnya relatif belum berkembang dan dikunjungi wisatawan. Padahal lokasi dimana dam site Cirata berada potensial untuk dikembangkan sebagai objek wisata pendidikan dan penelitian berbasis teknologi. Pihak pengelola waduk Cirata (BPWC) bahkan telah memiliki rencana pengembangan kawasan ini untuk menjadi resor wisata, namun pembangunannya terhambat masalah sumber daya.
Karakteristik Pengunjung
Jika dilihat dari kedatangan pengunjung di kawasan Waduk Cirata ini terlihat bahwa pengunjung sangat terkonsentrasi di objek wisata Jangari. Jumlah pengunjung objek wisata tersebut pada tahun 2001 adalah 17.516 orang (Dishubpar Kab. Cianjur, 2002). Jumlah ini sebenarnya mencakup pengunjung ke objek wisata Calingcing juga dan diperkirakan masih dibawah angka yang sesungguhnya karena banyaknya pengunjung yang tidak membeli karcis masuk. Pengunjung ke tempat lainnya di kawasan Waduk Cirata masih sangat terbatas -kalaupun ada jumlahnya sangat sedikit dan sproradis.
Dari hasil studi yang dilakukan Bappeda Jawa Barat di kawasan Waduk Cirata tahun 2002, wisatawan yang berkunjung ke Jangari berasal dari Cianjur (82,3%), Bandung (3,2%) dan dari Jawa Barat lainnya (14,5%). Sangat jarang ditemui pengunjung dari luar Jawa Barat, apalagi wisatawan mancanegara. Kelompok usia pengunjung adalah muda dewasa dari golongan pendapatan menengah bawah. Tidak tampak perbedaan menyolok antara persentase pengunjung pria maupun wanita. Secara umum karakteristik tersebut merupakan karakteristik pengunjung ke objek wisata rekreasi.
Berdasarkan karakteristik perjalanannya ternyata objek wisata Jangari ini adalah tujuan tunggal wisatawan. Hanya 9% yang juga mengunjungi objek wisata lainnya selain Jangari dalam kunjungan wisata tersebut. Yang cukup menarik adalah bahwa kunjungan untuk lebih dari yang keduakalinya memperlihatkan persentase yang cukup besar yaitu 61,5%. Lebih dari 90% yang berkunjung untuk yang keduakalinya ini berasal dari Cianjur.
Pengunjung umumnya menghabiskan waktu antara 3-5 jam di objek wisata ini, dengan kegiatan utama melihat-lihat panorama waduk (sight seeing). Kegiatan berperahu ternyata tidak banyak menarik pengunjung, diperkirakan juga karena harus mengeluarkan biaya lebih.
Hasil studi karakteristik tersebut memperlihatkan bahwa objek wisata Jangari saat ini baru merupakan konsumsi pengunjung lokal, yaitu dari Cianjur dan sekitarnya. Kegiatan yang dilakukan di objek tersebut saat ini merupakan kegiatan rekreasi umum berbasis alam, khususnya air.
Objek Lokal yang Potensial
Potensi daya tarik yang dimiliki kawasan Waduk Cirata secara keseluruhan sebenarnya sangat beragam. Selain daya tarik wisata tirta yang menjadi objek wisata rekreasi paling berkembang saat ini, bendungan dengan teknologi pembangkit listrik di dalam perut bumi merupakan objek wisata pendidikan dan penelitian yang belum tergali. Demikian juga dengan potensi wisata agro selain perikanan jaring terapung, wisata alam hutan, maupun wisata budaya dan kesenian yang belum banyak dilirik.
Mengingat lokasi dan aksesibilitasnya yang sangat baik, objek wisata di kawasan ini sangat potensial untuk menarik wisatawan dari luar Cianjur. Keberadaan kawasan wisata Puncak, maupun jalur regional Jakarta-Cianjur-Bandung merupakan sumber wisnus maupun wisman yang potensial. Demikian juga dengan perkembangan jalur Purwakarta-Padalarang.
Luasnya kawasan dengan daya tarik yang beragam dan tersebar di kawasan Waduk Cirata menyebabkan pengembangan kepariwisataan perlu didistribusikan dengan tema-tema dan sasaran pasar yang berbeda-beda. Peningkatan kualitas produk mencakup kualitas daya tarik dan fasilitas penunjang di kawasan ini perlu dilakukan, sehingga diharapkan dapat menarik pangsa pasar wisatawan lain dari golongan menengah atas.
Mengembangkan suatu potensi objek dan daya tarik wisata, tidak cukup hanya mengandalkan daya tarik yang dimiliki. Bahkan meskipun memiliki aksesibilitas yang baik tidak menjamin wisatawan akan datang dengan sendirinya. Pasar wisatawan yang tersegmentasi membutuhkan strategi dan pengelolaan kawasan yang berbeda jika kita ingin memperluas segmen pasar pengunjung. Demikian juga dengan program pemasaran dan promosi yang dilakukan perlu disesuaikan dengan target pasar wisatawan kita. Bukan tidak mungkin jika objek wisata berskala lokal pun bisa “go international”.
Sumber :
Ir. Ina Herliana Koswara, M.Sc.
Kelompok Penelitian dan Pengembangan Pariwisata
Institut Teknologi Bandung
http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1405
10 Maret 2003
Waduk Cirata terbentuk dari adanya genangan air seluas 62km2 akibat pembangunan waduk yang membendung Sungai Citarum. Genangan waduk tersebut tersebar di 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Cianjur, Purwakarta dan Kabupaten Bandung. Genangan air terluas terdapat di Kabupaten Cianjur, yang kemudian dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata rekreasi berbasis air. Saat ini objek wisata tirta yang paling berkembang dan ramai dikunjungi wisatawan lokal di kawasan Waduk Cirata adalah Jangari dan Calingcing di Kabupaten Cianjur. Padahal selain kedua tempat tersebut, masih banyak daya tarik potensial lainnya yang belum dikembangkan, seperti bendungan dan teknologinya, wisata agro, dan ekowisata hutan. Lokasi yang strategis maupun daya tarik yang cukup beragam tadi nampaknya belum cukup untuk menjadikan objek wisata ini dikunjungi wisatawan non lokal, terlebih mancanegara.
Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata
Kawasan Waduk Cirata dengan luas 43.777,6 ha terdiri dari 37.577,6 ha wilayah daratan dan 6.200 ha wilayah perairan. Fungsi utama waduk sebagai pembangkit tenaga listrik, ternyata menimbulkan berbagai kegiatan ikutan yang berkembang di kawasan Cirata, termasuk pariwisata. Dengan memanfaatkan kondisi alam dan lingkungan air yang terbentuk di kawasan ini, potensi daya tarik wisata tersebut berkembang dan menarik wisatawan untuk berkunjung ke beberapa lokasi di kawasan Waduk Cirata.
Objek wisata Jangari yang terletak di Desa Bobojong, Kecamatan Mande yang berjarak + 17 km dari pusat kota Cianjur, memiliki luas sekitar 15 ha. Sedangkan Calingcing berlokasi di Desa Sindangjaya, Kecamatan Ciranjang, sekitar 20 km dari kota Cianjur, dengan luas sekitar 5 ha. Kedua lokasi tersebut sangat strategis karena berada pada titik pertemuan dua lintasan pintu masuk menuju wilayah pengembangan pariwisata Cirata yaitu dari arah Cianjur (Jakarta dan Bogor) serta Ciranjang (dari Bandung) yang memiliki potensi pasar wisatawan yang sangat besar. Untuk menuju ke Jangari terdapat rute angkutan umum dari pusat kota Cianjur. Aksesibilitas ke Calingcing tidak sebaik Jangari. Lokasi Calingcing lebih jauh dari pusat kota Cianjur dan belum ada angkutan umum menuju lokasi tersebut.
Di lokasi Jangari dan Calingcing wisatawan dapat menikmati rekreasi alam terbuka, dengan berbagai aktivitas yang dapat dilakukan seperti melihat-lihat pemandangan genangan air waduk, berperahu, memancing atau hanya sekedar berjalan-jalan dan duduk–duduk bersama teman atau keluarga sambil menikmati makanan yang mereka bawa. Kegiatan berperahu mengelilingi waduk Cirata dikenai tarif sekitar Rp. 30.000,- untuk berperahu selama 2-3 jam. Atraksi yang dapat dinikmati oleh pengunjung pada saat berperahu mengelilingi waduk adalah melihat jaring terapung dan budidaya ikan sambil menikmati hidangan berupa ikan bakar/goreng yang disediakan oleh salah satu rumah makan terapung yang terdapat di lokasi tersebut. Namun saat ini, populasi jaring terapung yang cukup banyak terkesan hampir menutupi permukaan waduk, sehingga dapat mengurangi kenyamanan wisatawan/pengunjung pada saat melakukan pesiar, karena menghalangi pemandangan keseluruhan.
Fasilitas penunjang yang tersedia di lokasi Jangari diantaranya pelataran parkir yang cukup luas, namun sayangnya belum tertata dengan baik. Hal tersebut terlihat pada saat hari libur dengan jumlah pengunjung yang banyak, ruang parkir menjadi tidak teratur dan terkesan semrawut. Fasilitas lainnya yaitu toilet umum -namun kondisinya kurang bersih, demikian juga dengan kondsi lingkungan keseluruhan. Saung-saung yang terletak di sepanjang jalan di dekat pusat keramaian Jangari dapat disewa oleh pengunjung untuk duduk-duduk dan beristirahat.
Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan juga tersedia kios-kios dan warung-warung makanan yang menjual berbagai makanan dan minuman serta barang-barang dagangan lainnya. Selain warung, pedagang kaki lima terlihat cukup banyak menggelar dagangannya. Letak kios dan warung-warung tersebut saat ini belum tertata dengan baik, dan kurang menjaga kebersihan sekitarnya. Sebagian besar kios-kios tersebut terletak di tepi sempadan genangan, sehingga menghalangi pemandangan langsung ke bentangan waduk.
Untuk menambah daya tarik wisata di Jangari pada setiap hari libur/besar pihak pengelola menyediakan atraksi-atraksi kesenian tradisional maupun modern yang digemari oleh para pengunjung seperti jaipongan atau musik dangdut. Saat ini pengelolaan objek dan daya tarik wisata Jangari dan Calingcing dilaksanakan oleh Pemda Cianjur, mengingat kedua lokasi tersebut berada pada wilayah administrasi Kabupaten Cianjur. Objek wisata Calingcing tidak seramai dan belum berkembang seperti Jangari. Selain lokasinya lebih jauh dari jalan raya Cianjur, tempat ini juga tidak dilalui kendaraan umum. Fasilitas yang tersedia di Calingcingpun tidak selengkap dan sebanyak yang terdapat di Jangari, meskipun harga tiket masuk yang dikenakan ke pengunjung sama, yaitu Rp. 500,-/orang.
Selain Jangari dan Calingcing, lokasi lainnya relatif belum berkembang dan dikunjungi wisatawan. Padahal lokasi dimana dam site Cirata berada potensial untuk dikembangkan sebagai objek wisata pendidikan dan penelitian berbasis teknologi. Pihak pengelola waduk Cirata (BPWC) bahkan telah memiliki rencana pengembangan kawasan ini untuk menjadi resor wisata, namun pembangunannya terhambat masalah sumber daya.
Karakteristik Pengunjung
Jika dilihat dari kedatangan pengunjung di kawasan Waduk Cirata ini terlihat bahwa pengunjung sangat terkonsentrasi di objek wisata Jangari. Jumlah pengunjung objek wisata tersebut pada tahun 2001 adalah 17.516 orang (Dishubpar Kab. Cianjur, 2002). Jumlah ini sebenarnya mencakup pengunjung ke objek wisata Calingcing juga dan diperkirakan masih dibawah angka yang sesungguhnya karena banyaknya pengunjung yang tidak membeli karcis masuk. Pengunjung ke tempat lainnya di kawasan Waduk Cirata masih sangat terbatas -kalaupun ada jumlahnya sangat sedikit dan sproradis.
Dari hasil studi yang dilakukan Bappeda Jawa Barat di kawasan Waduk Cirata tahun 2002, wisatawan yang berkunjung ke Jangari berasal dari Cianjur (82,3%), Bandung (3,2%) dan dari Jawa Barat lainnya (14,5%). Sangat jarang ditemui pengunjung dari luar Jawa Barat, apalagi wisatawan mancanegara. Kelompok usia pengunjung adalah muda dewasa dari golongan pendapatan menengah bawah. Tidak tampak perbedaan menyolok antara persentase pengunjung pria maupun wanita. Secara umum karakteristik tersebut merupakan karakteristik pengunjung ke objek wisata rekreasi.
Berdasarkan karakteristik perjalanannya ternyata objek wisata Jangari ini adalah tujuan tunggal wisatawan. Hanya 9% yang juga mengunjungi objek wisata lainnya selain Jangari dalam kunjungan wisata tersebut. Yang cukup menarik adalah bahwa kunjungan untuk lebih dari yang keduakalinya memperlihatkan persentase yang cukup besar yaitu 61,5%. Lebih dari 90% yang berkunjung untuk yang keduakalinya ini berasal dari Cianjur.
Pengunjung umumnya menghabiskan waktu antara 3-5 jam di objek wisata ini, dengan kegiatan utama melihat-lihat panorama waduk (sight seeing). Kegiatan berperahu ternyata tidak banyak menarik pengunjung, diperkirakan juga karena harus mengeluarkan biaya lebih.
Hasil studi karakteristik tersebut memperlihatkan bahwa objek wisata Jangari saat ini baru merupakan konsumsi pengunjung lokal, yaitu dari Cianjur dan sekitarnya. Kegiatan yang dilakukan di objek tersebut saat ini merupakan kegiatan rekreasi umum berbasis alam, khususnya air.
Objek Lokal yang Potensial
Potensi daya tarik yang dimiliki kawasan Waduk Cirata secara keseluruhan sebenarnya sangat beragam. Selain daya tarik wisata tirta yang menjadi objek wisata rekreasi paling berkembang saat ini, bendungan dengan teknologi pembangkit listrik di dalam perut bumi merupakan objek wisata pendidikan dan penelitian yang belum tergali. Demikian juga dengan potensi wisata agro selain perikanan jaring terapung, wisata alam hutan, maupun wisata budaya dan kesenian yang belum banyak dilirik.
Mengingat lokasi dan aksesibilitasnya yang sangat baik, objek wisata di kawasan ini sangat potensial untuk menarik wisatawan dari luar Cianjur. Keberadaan kawasan wisata Puncak, maupun jalur regional Jakarta-Cianjur-Bandung merupakan sumber wisnus maupun wisman yang potensial. Demikian juga dengan perkembangan jalur Purwakarta-Padalarang.
Luasnya kawasan dengan daya tarik yang beragam dan tersebar di kawasan Waduk Cirata menyebabkan pengembangan kepariwisataan perlu didistribusikan dengan tema-tema dan sasaran pasar yang berbeda-beda. Peningkatan kualitas produk mencakup kualitas daya tarik dan fasilitas penunjang di kawasan ini perlu dilakukan, sehingga diharapkan dapat menarik pangsa pasar wisatawan lain dari golongan menengah atas.
Mengembangkan suatu potensi objek dan daya tarik wisata, tidak cukup hanya mengandalkan daya tarik yang dimiliki. Bahkan meskipun memiliki aksesibilitas yang baik tidak menjamin wisatawan akan datang dengan sendirinya. Pasar wisatawan yang tersegmentasi membutuhkan strategi dan pengelolaan kawasan yang berbeda jika kita ingin memperluas segmen pasar pengunjung. Demikian juga dengan program pemasaran dan promosi yang dilakukan perlu disesuaikan dengan target pasar wisatawan kita. Bukan tidak mungkin jika objek wisata berskala lokal pun bisa “go international”.
Sumber :
Ir. Ina Herliana Koswara, M.Sc.
Kelompok Penelitian dan Pengembangan Pariwisata
Institut Teknologi Bandung
http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1405
10 Maret 2003
Profil Kabupaten Cianjur
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Ibukotanya adalah Cianjur. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta di sebelah utara, Samudera Hindia di sebelah selatan, Kabupaten Sukabumi di sebelah barat, serta Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut di sebelah timur. Secara administratif kabupaten ini terbagi menjadi 26 kecamatan dengan Cianjur sebagai ibukota kabupaten.
Sebagai salah satu lumbung padi di Jawa Barat, Cianjur identik dengan nama Pandan Wangi. Trademark yang kondang sejak tahu 1973 ini membawa Cianjur semakin harum namanya di pasaran beras lokal, nasional, maupun internasional. Padi Pandan Wangi sebagian besar dihasilkan di Kecamatan Warungkondang, juga di Kecamatan Cugenang dan Cibeber. Padi Pandan Wangi hanyalah sebagian kecil dari produksi padi Cianjur. Wilayah Cianjur Tengah misalnya, khususnya di Kecamatan Kadupandak dan Pagelaran, juga menjadi salah satu pusat produksi padi. Untuk komoditi lain selain padi terdapat juga hasil pertanian tanaman palawija, sayuran, buah, dan tanaman hias.
Di sektor industri, sebagai daerah agraris, Kabupaten ini berkeinginan menjadi salah satu pusat agrobisnis dan pariwisata di Jawa Barat. Dengan sumber daya manusia yang ada Cianjur mulai membuka pusat perdagangan pertanian. Kecamatan Cikalongkulon, misalnya, akan dijadikan pusat bisnis pisang, kemudian Pacet sebagai pusat bisnis hortikultura. Sementara di wilayah selatan akan dibangun pusat pengembangan ternak potong.
Letak setrategis sebagai lintasan Jakarta-Bogor-Sukabumi-Bandung membawa keberuntungan tersendiri bagi Cianjur.Tersedianya sarana dan prasarana transportasi dan perhubungan yang cukup memadai memberikan kemudahan dalam mendistribusikan dan mengembangkan akses pasar produk unggulan Kabupaten Cianjur.
Pertumbuhan pembangunan wilayah Cianjur Utara begitu pesat. Di kawasan Puncak sampai ke pusat Kota Cianjur, semakin menjamur rumah mewah sebagai second home masyarakat luar Cianjur, hotel, dan restoran. Di setiap musim liburan dan akhir pekan masyarakat dari luar membanjiri Cianjur. Banyaknya pendatang selaku konsumen, memacu kreativitas penduduk untuk berdagang hasil pertanian dan kerajinan tangan semisal manisan, taoco, dan lentera gentur.
Wilayah Cianjur Selatan juga cukup memiliki potensi di sektor pariwisata, salah satunya adalah pantai dengan panjang 75 kilometer yang masih asri. Keindahan alam perbukitan dengan hamparan kebun teh juga mewarnai pemandangan di kanan dan kiri jalan berliku-liku menuju wilayah selatan, tepatnya di Kecamatan Sukanagara dan Pagelaran.
Sumber Data:
Jawa Barat Dalam Angka 2007
(01-7-2007)
BPS Provinsi Jawa Barat
Jl. PHH Mustapa No. 43, Bandung 40124
Telp (022) 7272595, 7201696
Fax (022) 7213572
Sumber :
http://regionalinvestment.com/sipid/id/displayprofil.php?ia=3203
Langganan:
Postingan (Atom)