Sabtu, 19 Desember 2009

Tauco Cianjur - Bertahan dengan Resep Leluhur

Belum lengkap rasanya jika berkunjung ke Cianjur tak membawa pulang oleh-oleh tauco. Memang sudah sejak lama tauco yang konon berasal dari negeri Cina itu identik dengan Cianjur. Tak jarang, apabila menyebut nama Cianjur, orang akan mengingat kota ini dengan kekhasan rasa tauconya.

Sebenarnya tauco tidak hanya dihasilkan Cianjur. Riau, Medan, dan Pekalongan juga merupakan daerah penghasil tauco lainnya di Indonesia. Uniknya, setiap daerah bahkan setiap produsen tauco memiliki resep khusus sehingga menghasilkan rasa tauco yang khas. Begitu pula dengan tauco cianjur, memiliki kualitas dan kekhasan tersendiri.

Tauco, umumnya digunakan sebagai bumbu atau penyedap masakan lauk-pauk. Bahan baku utama tauco adalah kedelai yang kemudian diproses melalui beberapa tahapan dan difermentasi.

Pembuatan tauco masih menggunakan peralatan sederhana. Proses dan tahapannya juga masih mempertahankan cara tradisional. Bahan bakarnya pun menggunakan kayu bakar. Selain itu, tauco tidak menggunakan bahan pengawet.

Proses pembuatan tauco di Cianjur menggunakan resep warisan turun-temurun yang tetap dipelihara. Hal itulah yang membuat tauco memiliki karakteristik unik, baik rasa maupun aromanya.

Sejauh ini tidak diketahui dengan pasti, bagaimana asal mula tauco hadir di Kabupaten Cianjur. Yang pasti, pabrik tauco tertua di Cianjur yaitu pabrik Tauco Cap Meong, sudah berdiri sejak 1880. Pada umumnya, produksi tauco di Cianjur dilakukan turun-temurun dan kini sudah memasuki generasi ketiga.

Ny. Wiri Jati Tasma (76), salah seorang pengusaha tauco di Cianjur yang kini masih bertahan, merupakan generasi ketiga dari produsen Tauco Cap Meong. Menurut Wiri Jati, sang kakek Tan Ken Yan merupakan orang yang pertama kali mencetuskan ide untuk membuat tauco. itu terjadi pada tahun 1880.

Tauco Cap Biruang juga sudah dikelola oleh generasi ketiga pendirinya. Cap Biruang pertama kali didirikan oleh H. Moh. Soleh tahun 1960.

Kepala Bidang Industri, Dinas Perindustrian, dan Perdagangan Kab. Cianjur Heri Nugraha mengatakan, perkembangan usaha tauco ini naik turun. Saat ini produsen yang tercatat masih bertahan ada lima perusahaan. "Mereka yang masih bertahan itu di antaranya Tauco Cap Meong, Cap Biruang, dan Cap Badak. Yang tertua memang Tauco Cap Meong. Kapasitas produksi produsen tauco itu pun beragam, mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu botol per tahunnya," ujarnya.

**

Pabrik tauco tertua di Cianjur berada di kawasan pusat kota, tepatnya di Jalan H.O.S. Cokroaminoto, di lingkungan pertokoan. Tempat produksi itu berupa bangunan tua. Di sana tertera papan bertulisan Idjin Bupati Kepala Daerah TK II Tjiandjur No. 128/5/DPDK/52 tanggal 16 - 8 - 1952.

Di halaman bangunan produksi itu terdapat hamparan kedelai yang sedang dijemur serta deretan guci berisi kedelai yang bagian atasnya ditutup seng. Di dalam guci itu, kedelai sedang dalam proses fermentasi.

Tak ada papan nama yang menunjukkan bahwa di sana dijual atau diproduksi tauco. Namun, kebanyakan konsumen yang ingin membeli tauco sudah mengetahui lokasi ini. Jika ada calon pembeli yang bertanya kepada warga Cianjur, warga akan menunjukkan tempat itu.

Generasi ketiga pengelola Tauco Cap Meong, Ny. Wiri Jati Tasma mengatakan, tak mengetahui dengan pasti bagaimana awal usaha yang dirintis leluhurnya itu. Yang ia ketahui, kakeknya yang bernama Tan Keng Yan-lah yang pertama kali meracik resep, membuat tauco, dan menjual sendiri tauco buatannya itu.

Waktu itu, tauco buatan kakeknya dijual dengan menggunakan kemasan terbuat dari daun pisang atau dipincuk (sebutan Sunda-red.). "Harganya juga masih sen-senan sebungkusnya. Bungkusnya juga pakai daun, dipincuk seperti bungkus lotek. Jadi, belum pakai merek segala," kata Ny. Tasma.

Seiring dengan perjalanan waktu, tauco itu akhirnya dikemas dalam botol dan diberi merek. Mulai kapan kemasan itu berganti, ia pun tak tahu persis. Sepengetahuannya, ketika dikelola orang tuanya, tauco itu sudah dikemas dalam botol dan bermerek.

Ketika kakek dan neneknya meninggal, pengelolaan usaha tauco dilanjutkan oleh orang tuanya Tan Bei Nio sebagai generasi kedua, sekitar tahun 30-an. Usaha ini kemudian ia kelola tahun 1985 setelah kedua orang tuanya tiada.

Ny. Wiri Jati Tasma tetap mempertahankan proses pembuatan tauco dari leluhurnya. Bahkan, peralatan yang dipakai pun tak ada yang diganti. Misalnya, guci atau gentong. Banyak guci dan gentong yang usianya lebih tua daripada usia pegawainya.

"Sampai sekarang, gentong yang dipakai di sini mayoritas sudah berumur, paling hanya satu dua yang diganti. Kami selalu wanti-wanti ke pegawai, supaya hati-hati menggunakan gentong. Soalnya kalau ada yang rusak, susah mencari gantinya," ujarnya.

Demikian pula dengan proses memasak, dari dulu hingga sekarang masih mengunakan kayu bakar. Sebelumnya, sempat dicoba menggunakan kompor semawar, tetapi hasilnya tidak bagus. Wangi, dan kekhasan tauconya menjadi tidak keluar.

"Dari dulu hingga sekarang, resep dan proses masak di sini tidak ada yang berubah, masih tetap dipertahankan. Ini sebagai upaya untuk mempertahankan ciri khas tauco yang turun-temurun dan tidak menghilangkan kekhasannya," ujarnya.

Upaya mereka menjaga kekhasan produknya dihadapkan pada berbagai kendala. Mulai dari kesulitan mendapatkan kayu bakar hingga naiknya harga. Demikian pula dengan bahan baku kedelai yang kualitasnya mengalami penurunan sehingga berpengaruh pada hasil produksi.

"Sebelum menggunakan kedelai impor, dulu tauco di sini pakai kedelai lokal dari Garut. Itu merupakan kualitas terbaik tauco sebab waktu itu kualitasnya lebih baik dari impor," ujarnya.

Namun, kini kedelai lokal sudah tidak bisa diandalkan lagi kualitas maupun volumenya. Akibatnya, ketergantungan terhadap kedelai impor pun tidak bisa dihindari. (Yusuf Adji/"PR")***

Sumber :
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=94394

Tidak ada komentar:

Posting Komentar